Sebagai
manusia kita tidak bisa menafikan bahwa kita adalah makhluk sosial. Karena
dalam hidupnya, manusia tidak terlepas dari adanya manusia lain. Mereka saling
berinteraksi, terutama dalam memenuhi hajat hidupnya. Walaupun pada realitanya
banyak terjadi perbedaan-perbedaan di antara mereka, tetapi itu semua tidak
bisa dijadikan alasan untuk tidak berinteraksi bahkan saling membenci. Karena
pada hakekatnya perbedaan itu adalah sunatullah yang harus kita sikapi dengan
arif.
Apalagi
walaupun berbeda-beda, tetapi pada dasarnya semua manusia itu adalah saudara
dan mempunyai persamaan sebagai makhluk Allah. Bahkan hingga sampai perbedaan
agama, sebagai suatu perbedaan yang sangat mendasar. Kita masih diwajiblkan
untuk saling menghormati dan mengasihi. Akan tetapi pada praktiknya justru
masih banyak terjadi perdebatan. Seperti “mengucapkan selamat hari raya kepada
umat agama lain” yang banyak di posisikan sebagai salah satu manifestasi dari rasa
hormat dan kasih-sayang kepada umat agama lain.
Kebiasaan
mengucapkan “Selamat Natal” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain
dilakukan bukan hanya oleh orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang
non-Kristen, termasuk kaum muslim. Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat
Natal di Negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam.
Misalnya
kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama
Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat media-media,
baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan selamat Natal atau
hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita ketahui bahwa
semua Presiden kita beragama Islam. Disinilah terjadi banyak perdebatan
mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau mengucapkan
selamat hari raya kepada umat agama lain.
Banyak
ulama berpendapat bahwa mengucapkan “selamat Natal” dilarang oleh ajaran Islam.
Di antara adanya larangan ini adalah bahwa mengucapkan “selamat Natal” berarti
membenarkan ajaran Kristen. Alasan lain adalah bid’ah, “semua bid’ah itu sesat,
dan segala kesesatan itu berada dalam neraka”. Alasan lain yaitu menyerupai
orang kafir, “barang siapa yang serupa dengan suatu kaum, maka ia termasuk bagianya”.
Sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
telah mengharamkan ucapan “selamat Natal” atau yang serupa dengan itu, dengan
alasan teologi di atas.
Akan
tetapi alasan tersebut tidak begitu saja diterima, karena ternyata banyak juga
nash yang secara eksplisit atau implisit membolehkan hal tersebut. Seperti
sikap atau tindakan seorang muslim terhadp golongan non muslim yang menerima
kaum muslim, tidak memusuhi, tidak menyakiti dan tidak
:membunuh. Berikut adalah
firman Allah dalam surat al Mumtahanah ayat 8-9:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ
الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ
دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْوَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ
عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ
وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونََ
Artiya:
“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil orang-orang yang tiada memerangi karena agama dan tidak
(pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan kawanmu
orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu
serta membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa yang menjadikan
mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang dzalim.”
(al-Mumtahanah: 8-9)
Dalam
dua ayat di atas, Allah membedakan antara orang-orang yang berserah diri kepada
kaum muslimin dan orang-orang yang memerangi kaum muslimin. Jadi Allah
membolehkan kepada kita untuk berkawan dan bergaul kepada orang-orang non
muslim yang tidak memusuhi Islam. Akan tetapi melarang berkawan atau bergaul
dengan dengan orang non muslim yang memusuhi Islam. Artinya kita boleh untuk
berbuat baik kepada mereka selagi mereka tidak memusuhi kita, bahkan kita juga
di haramkan untuk membunuh orang kafir semacam itu.Adapun salah satu berbuat
baik kepada mereka adalah mengucapkan salam, atau hal lain yang serupa.
Dari
analisis di atas, berdasarkan beberapa dalil, maka tidak ada larangan bagi umat
Islam, baik atas nama pribadi maupun lembaga dalam mengucapkan hari raya Natal
atau hari besar umat agama lain dengan kata-kata atau kartu selamat yang tidak
mengandung syiar atau symbol agama mereka yang bertentangan dengan ajaran
Islam, seperti salib.
Namun,
kata-kata selamat dalam perayaan hari besar agama mereka jangan sampai mengandung
unsure pengakuan terhadap agama mereka atau ridlo terhadap mereka. Tetapi hanya
kata-kata biasa yang dikenal khalayak umum. Juga tidak ada larangan menerima
hadiah-hadiah dari mereka. Nabi sendiri pernah menerima hadiah dari non-muslim,
seperti hadiah dari Muqaiqus Agung, seorang pendeta Mesir. Tetapi, hadiah itu
bukanlah yang diharamkan agama, seperti khamer dan daging babi.
Hal
ini sarat terjadi di Indonesia. Karena bangsa Indonesia hidup dalam plural
society, yaitu masyarakat yang serba ganda, terutama ganda dalam masalah agama.
Hal inilah yang menyebabkan praktek mengucapkan selamat Natal atau Hari raya
agama lain. Akan tetapi tidak hanya Natal, masih banyak hari raya selain
Kristen, seperti hari raya Nyepi dari agama Hindu, Waisak dari agama Budha dan
peringatan dari agama lainya. Semua itu boleh dilakukan jika dalam pelaksaanya
tidak menyalahi aturan di atas.