Transplantasi
atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang
mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh yang
tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain. Orang yang
anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor),
sedang yang menerima disebut repisien. Cara ini merupakan solusi
bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan
prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.
Ditinjau
dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:
- donor
dalam keadaan hidup sehat;
- donor
dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal segera;
- donor
dalam keadaan meninggal.
Organ
tubuh yang banyak didonorkan adalah mata, ginjal dan jantung. Namun sejalan
dengan perkembangan iptek modern, transplantasi pada masa yang akan datang
tidak terbatas pada ketiga organ tubuh tersebut saja. Tapi bisa berkembang pada
organ tubuh-tubuh lainnya.
Pandangan
Hukum Islam Terhadap Transplantasi Organ Tubuh
Bagaimana
hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam? Dibolehkan ataukah
diharamkan? Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh,
perlu dilihat kapan pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan
transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika
sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah
meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama,
apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal
afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram)
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى
التَّهْلُكَةِ
Artinya:”Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan”
Dalam kasus ini, orang
yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau
tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu
mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal
sebuah itu (Ibid, 88).
2.
Kaidah hukum Islam:
Artinya:”Menolak
kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan”
Dalam kasus ini,
pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk
diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.
3.
Kaidah Hukum Islam:
Artinya” Bahaya
tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”
Dalam kasus ini bahaya yang
mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari
orang lain, yakni pendonor.
Kedua,
apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma)
atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89),
berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1. Hadits
Rasulullah:
Artinya:”Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat
pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).
2. Orang
tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang
sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut.
Sekalipun tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni
untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).
Ketiga, apabila
pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis
maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang
mengharamkan. Yang
- Resipien
dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh
pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
- Pencangkokan
tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien
dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.
Adapun alasan membolehkannya adalah
sebagai berikut:
1.
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.
Ayat tersebut secara analogis dapat difahami,
bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan
bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa
ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya.
2.
Surat Al-Maidah: 32.
مِنْ
أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ
نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً
Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia
seluruhnya.” Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat
menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas
menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan
memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran
menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh
sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat
menghibahkan kornea mata).
3.
Hadits
Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah
tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu
penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.”
Dalam kasus ini,
pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
1.
Kaidah hukum Islam
Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan”
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus
dihilangkan dengan cara transplantasi.
2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan
wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ
tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh
melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut. Pendapat yang tidak
membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.
Apabila
transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh
tersebut dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang
berpahala? Dengan kata lain, apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat
pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai repisien untuk melakukan perbuatan
yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat dosa apabila organ tubuh
tersebut dipakai repisien melakukan dosa?
Pendonor
tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkan
dalil-dalil berikut ini:
1. Firman
Allah:
Artinya:”Dan
sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan
perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang
sempurna”.
2. Firman
Allah:
Artinya:”Tidaklah
seseorang disiksa karena dosa orang lain.”
3. Hadits
Rasulullah:
Artinya:”Apabila seseorang
meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu:
shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang mendoakan
kepadanya.”
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Transplantasi
organ taubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya haram.
- Transplantasi
organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.
- Transplantasi
organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang
berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.