Sabtu, 13 April 2013

HUKUM MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL BAGI UMAT MUSLIM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.13 1 komentar

Sebagai manusia kita tidak bisa menafikan bahwa kita adalah makhluk sosial. Karena dalam hidupnya, manusia tidak terlepas dari adanya manusia lain. Mereka saling berinteraksi, terutama dalam memenuhi hajat hidupnya. Walaupun pada realitanya banyak terjadi perbedaan-perbedaan di antara mereka, tetapi itu semua tidak bisa dijadikan alasan untuk tidak berinteraksi bahkan saling membenci. Karena pada hakekatnya perbedaan itu adalah sunatullah yang harus kita sikapi dengan arif.
Apalagi walaupun berbeda-beda, tetapi pada dasarnya semua manusia itu adalah saudara dan mempunyai persamaan sebagai makhluk Allah. Bahkan hingga sampai perbedaan agama, sebagai suatu perbedaan yang sangat mendasar. Kita masih diwajiblkan untuk saling menghormati dan mengasihi. Akan tetapi pada praktiknya justru masih banyak terjadi perdebatan. Seperti “mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain” yang banyak di posisikan sebagai salah satu manifestasi dari rasa hormat dan kasih-sayang kepada umat agama lain.
Kebiasaan mengucapkan “Selamat Natal” di Indonesia, sebagaimana di negara-negara lain dilakukan bukan hanya oleh orang-orang Kristen, tetapi juga oleh orang-orang non-Kristen, termasuk kaum muslim. Kita juga sering menyaksikan ucapan selamat Natal di Negeri ini datang dari saudara-saudara mereka yang beragama Islam.
Misalnya kita sering menyaksikan banyak artis, pembawa acara dan penyiar yang beragama Islam mengucapkan selamat Natal dan hari besar agama lain lewat media-media, baik cetak dan elektronik. Atau contoh praktik mengucapkan selamat Natal atau hari besar agama lain (non Islam) oleh Presiden, padahal kita ketahui bahwa semua Presiden kita beragama Islam. Disinilah terjadi banyak perdebatan mengenai hukum orang Islam yang mengucapkan “selamat Natal” atau mengucapkan selamat hari raya kepada umat agama lain.
Banyak ulama berpendapat bahwa mengucapkan “selamat Natal” dilarang oleh ajaran Islam. Di antara adanya larangan ini adalah bahwa mengucapkan “selamat Natal” berarti membenarkan ajaran Kristen. Alasan lain adalah bid’ah, “semua bid’ah itu sesat, dan segala kesesatan itu berada dalam neraka”. Alasan lain yaitu menyerupai orang kafir, “barang siapa yang serupa dengan suatu kaum, maka ia termasuk bagianya”. Sebagaimana telah menjadi pengetahuan umum, bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengharamkan ucapan “selamat Natal” atau yang serupa dengan itu, dengan alasan teologi di atas.
Akan tetapi alasan tersebut tidak begitu saja diterima, karena ternyata banyak juga nash yang secara eksplisit atau implisit membolehkan hal tersebut. Seperti sikap atau tindakan seorang muslim terhadp golongan non muslim yang menerima kaum muslim, tidak memusuhi, tidak menyakiti dan tidak 

:membunuh. Berikut adalah firman Allah dalam surat al Mumtahanah ayat 8-9:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْوَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِين إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونََ
Artiya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil orang-orang yang tiada memerangi karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu serta membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang dzalim.” (al-Mumtahanah: 8-9)

Dalam dua ayat di atas, Allah membedakan antara orang-orang yang berserah diri kepada kaum muslimin dan orang-orang yang memerangi kaum muslimin. Jadi Allah membolehkan kepada kita untuk berkawan dan bergaul kepada orang-orang non muslim yang tidak memusuhi Islam. Akan tetapi melarang berkawan atau bergaul dengan dengan orang non muslim yang memusuhi Islam. Artinya kita boleh untuk berbuat baik kepada mereka selagi mereka tidak memusuhi kita, bahkan kita juga di haramkan untuk membunuh orang kafir semacam itu.Adapun salah satu berbuat baik kepada mereka adalah mengucapkan salam, atau hal lain yang serupa.
Dari analisis di atas, berdasarkan beberapa dalil, maka tidak ada larangan bagi umat Islam, baik atas nama pribadi maupun lembaga dalam mengucapkan hari raya Natal atau hari besar umat agama lain dengan kata-kata atau kartu selamat yang tidak mengandung syiar atau symbol agama mereka yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti salib.
Namun, kata-kata selamat dalam perayaan hari besar agama mereka jangan sampai mengandung unsure pengakuan terhadap agama mereka atau ridlo terhadap mereka. Tetapi hanya kata-kata biasa yang dikenal khalayak umum. Juga tidak ada larangan menerima hadiah-hadiah dari mereka. Nabi sendiri pernah menerima hadiah dari non-muslim, seperti hadiah dari Muqaiqus Agung, seorang pendeta Mesir. Tetapi, hadiah itu bukanlah yang diharamkan agama, seperti khamer dan daging babi.
Hal ini sarat terjadi di Indonesia. Karena bangsa Indonesia hidup dalam plural society, yaitu masyarakat yang serba ganda, terutama ganda dalam masalah agama. Hal inilah yang menyebabkan praktek mengucapkan selamat Natal atau Hari raya agama lain. Akan tetapi tidak hanya Natal, masih banyak hari raya selain Kristen, seperti hari raya Nyepi dari agama Hindu, Waisak dari agama Budha dan peringatan dari agama lainya. Semua itu boleh dilakukan jika dalam pelaksaanya tidak menyalahi aturan di atas.

HUKUM ASURANSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.11 1 komentar

Asuransi ialah jaminan atau perdagangan yang di berikan oleh penanggung kepada yg bertanggung untuk risiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat perjanjian bila terjadi kebakaran kecurian kerusakan dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa atau kecelakaan lainnya dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang di tentukan kepada penanggung tiap-tiap bulan. A. Abbas Salim memberi pengertian bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil yang sudah pasti sebagai kerugian-kerugian besar yang belum pasti. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa hal itu sama dengan orang yang bersedia membayar kerugian yang sedikit pada masa sekarang agar dapat menghadapi kerugian-kerugain besar yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang. Misalnya dalam asuransi kebakaran seseorang mengasuransikan rumahnya pabriknya atau tokonya kepada perusahaan asuransi. Orang tersebut harus membayar premi kepada perusahaan asuransi. Bila terjadi kebakaran maka perusahaan akan mengganti kerugian-kerugian yang disebabkan oleh kebakaran itu.

Asuransi dalam Sudut Pandang Hukum Islam

Mengingat masalah asuransi ini sudah memasyarakat di Indonesia ini dan di perkirakan ummat Islam banyak terlibat didalamnya maka perlu juga dilihat dari sudut pandang agama Islam. Di kalangan ummat Islam ada anggapan bahwa asuransi itu tidak Islami. Orang yg melakukan asuransi sama halnya dgn orang yg mengingkari rahmat Allah. Allah-lah yg menentukan segala-segalanya dan memberikan rezeki kepada makhluk-Nya sebagaimana firman Allah SWT yg artinya “Dan tidak ada suatu binatang melata pun dibumi mealinkan Allah-lah yg memberi rezekinya.” “?dan siapa yg memberikan rezeki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan ??” “Dan kami telah menjadikan untukmu dibumi keperluan-keprluan hidup dan makhluk-makhluk yg kamu sekali-kali bukan pemberi rezeki kepadanya.” Dari ketiga ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah sebenarnya telah menyiapkan segala-galanya utk keperluan semua makhluk-Nya termasuk manusia sebagai khalifah dimuka bumi. Allah telah menyiapkan bahan mentah bukan bahan matang. Manusia masih perlu mengolahnya mencarinya dan mengikhtiarkannya. Orang yg melibatkan diri kedalam asuransi ini adl merupakan salah satu ikhtiar utk mengahdapi masa depan dan masa tua. Namun krn masalah asuransi ini tidak ada dijelaskan secara tegas dalam nash maka masalahnya dipandang sebagai masalah ijtihadi yaitu masalah perbedaan pendapat dan sukar dihindari dan perbedaan pendapat tersebut juga mesti dihargai.

Perbedaan pendapat itu terlihat pada uraian berikut:
Asuransi itu haram dalam segala macam bentuknya temasuk asuransi jiwa. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq Abdullah al-Qalqii Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i . Alasan-alasan yg mereka kemukakan ialah:
  • Asuransi sama dgn judi
  • Asuransi mengandung ungur-unsur tidak pasti.
  • Asuransi mengandung unsur riba/renten.
  • Asuransi mengandung unsur pemerasan krn pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan
  • Premi-premi yg sudah dibayar akan diputar dalam praktek-praktek riba.
  • Asuransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai.
  • Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis dan sama halnya dgn mendahului takdir Allah.
Asuransi di perbolehkan dalam praktek seperti sekarang Pendapat kedau ini dikemukakan oleh Abd. Wahab Khalaf Mustafa Akhmad Zarqa Muhammad Yusuf Musa dan Abd. Rakhman Isa . Mereka
  • Tidak ada nash yg melarang asuransi.
  • Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak.
  • Saling menguntungkan kedua belah pihak.
  • Asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum sebab premi-premi yg terkumpul dapat di investasikan utk proyek-proyek yg produktif dan pembangunan.
  • Asuransi termasuk akad mudhrabah
  • Asuransi termasuk koperasi .
  • Asuransi di analogikan dgn sistem pensiun seperti taspen.

HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.08 0 komentar

Transplantasi atau pencangkokan organ tubuh adalah pemindahan organ tubuh tertentu yang mempunyai daya hidup yang sehat, dari seseorang untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat atau tidak berfungsi dengan baik milik orang lain. Orang yang anggota tubuhnya dipindahkan disebut donor (pen-donor), sedang yang menerima disebut repisien. Cara ini merupakan solusi bagi penyembuhan organ tubuh tersebut karena penyembuhan/pengobatan dengan prosedur medis biasa tidak ada harapan kesembuhannya.
Ditinjau dari segi kondisi donor (pendonor)-nya maka ada tiga keadaan donor:
  • donor dalam keadaan hidup sehat;
  • donor dalam kedaan sakit (koma) yang diduga kuat akan meninggal segera;
  • donor dalam keadaan meninggal.

Organ tubuh yang banyak didonorkan adalah mata, ginjal dan jantung. Namun sejalan dengan perkembangan iptek modern, transplantasi pada masa yang akan datang tidak terbatas pada ketiga organ tubuh tersebut saja. Tapi bisa berkembang pada organ tubuh-tubuh lainnya.

Pandangan Hukum Islam Terhadap Transplantasi Organ Tubuh
Bagaimana hukum transplantasi tersebut menurut hukum Islam? Dibolehkan ataukah diharamkan? Untuk menentukan hukum boleh tidaknya transplantasi organ tubuh, perlu dilihat kapan pelakasanaannya. Sebagaimana dijelaskan ada tiga keadaan transplantasi dilakukan, yaitu pada saat donor masih hidup sehat, donor ketika sakit (koma) dan didiuga kuat akan meninggal dan donor dalam keadaan sudah meninggal. Berikut hukum transplantasi sesuai keadaannya masing-masing.
Pertama, apabila pencangkokan tersebut dilakukan, di mana donor dalam keadaan sehat wal afiat, maka hukumnya menurut Prof Drs. Masyfuk Zuhdi, dilarang (haram) berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:

1.         Firman Allah dalam surat Al-Baqarah: 195
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Artinya:”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu ke dalam kebinasaan
Dalam kasus ini, orang yang menyumbangkan sebuah mata atau ginjalnya kepada orang lain yang buta atau tidak mempunyai ginjal… ia (mungkin) akan menghadapi resiko sewaktu-waktu mengalami tidak normalnya atau tidak berfungsinya mata atau ginjalnya yang tinggal sebuah itu (Ibid, 88).
2.         Kaidah hukum Islam:
Artinya:”Menolak kerusakan harus didahulukan atas meraih kemaslahatan
Dalam kasus ini, pendonor mengorbankan dirinya dengan cara melepas organ tubuhnya untuk diberikan kepada dan demi kemaslahatan orang lain, yakni resipien.
3.         Kaidah Hukum Islam:
Artinya” Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya lainnya.”
Dalam kasus ini bahaya yang mengancam seorang resipien tidak boleh diatasi dengan cara membuat bahaya dari orang lain, yakni pendonor.

Kedua, apabila transplantasi dilakukan terhadap donor yang dalam keadaan sakit (koma) atau hampir meninggal, maka hukum Islam pun tidak membolehkan (Ibid, 89), berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut:
1.      Hadits Rasulullah:
Artinya:”Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh membayakan diri orang lain.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam kasus ini adalah membuat madaharat pada diri orang lain, yakni pendonor yang dalam keadaan sakit (koma).
2.      Orang tidak boleh menyebabkan matinya orang lain. Dalam kasus ini orang yang sedang sakit (koma) akan meninggal dengan diambil organ tubuhnya tersebut. Sekalipun  tujuan dari pencangkokan tersebut adalah mulia, yakni untuk menyembuhkan sakitnya orang lain (resipien).

Ketiga, apabila pencangkokan dilakukan ketika pendonor telah meninggal, baik secara medis maupun yuridis, maka menurut hukum Islam ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan. Yang
  1. Resipien dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya dan ia sudah menempuh pengobatan secara medis dan non medis, tapi tidak berhasil. (ibi, 89).
  2. Pencangkokan tidak menimbulkan komplikasi penyakit yang lebih berat bagi repisien dibandingkan dengan keadaan sebelum pencangkokan.

Adapun alasan membolehkannya adalah sebagai berikut:
1.      Al-Qur’an Surat Al-Baqarah 195 di atas.
Ayat tersebut secara analogis dapat difahami, bahwa Islam tidak membenarkan pula orang membiarkan dirinya dalam keadaan bahaya atau tidak berfungsi organ tubuhnya yang sangat vital, tanpa ausaha-usaha penyembuhan termasuk pencangkokan di dalamnya. 
2.      Surat Al-Maidah: 32.

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً
Artinya;”Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia seluruhnya.” Ayat ini sangat menghargai tindakan kemanusiaan yang dapat menyelematkan jiwa manusia.
Dalam kasus ini seseorang yang dengan ikhlas menyumbangkan organ tubuhnya setelah meninggal, maka Islam membolehkan. Bahkan memandangnya sebagai amal perbuatan kemanusiaan yang tinggi nilainya, lantaran menolong jiwa sesama manuysia atau membanatu berfungsinya kembali organ tubuh sesamanya yang tidak berfungsi. (Keputusan Fatwa MUI tentang wasiat menghibahkan kornea mata).
3.      Hadits
Artinya:”Berobatlah wahai hamba Allah, karen sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Dia meletakkan jua obatnya, kecuali satu penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit tua.

Dalam kasus ini, pengobatannya adalah dengan cara transplantasi organ tubuh.
1.      Kaidah hukum Islam
Artinya:”Kemadharatan harus dihilangkan
Dalam kasus ini bahaya (penyakit) harus dihilangkan dengan cara transplantasi.
2. Menurut hukum wasiat, keluarga atau ahli waris harus melaksanakan wasiat orang yang meninggal.Dalam kasus ini adalah wasiat untuk donor organ tubuh. Sebaliknya, apabila tidak ada wasiat, maka ahli waris tidak boleh melaksanakan transplantasi organ tubuh mayat tersebut. Pendapat yang tidak membolehkan kornea mata adalah seperti Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah.

Apabila transplantasi organ tubuh diperbolehkan, lalu bagaimana apabila organ tubuh tersebut dipakai oleh resipien melakukan tindakan dosa atau tindakan yang berpahala? Dengan kata lain, apakah pemilik organ tubuh asal akan mendapat pahala, jika organ tubuh tersebut dipakai repisien untuk melakukan perbuatan yang baik. Sebaliknya, apakah pendonor akan mendapat dosa apabila organ tubuh tersebut dipakai repisien melakukan dosa?
Pendonor tidak akan mendapat pahala dan dosa akibat perbuatan repisien, berdasarkan dalil-dalil berikut ini:
1.      Firman Allah:
Artinya:”Dan sesungguhnya, tidaklah bagi manusia itu kecuali berdasarkan perbuatannya. Dan perbuatannya itu akan dilihat. Kemudian akan dibalas dengan balasan yang sempurna”.
2.      Firman Allah:
Artinya:”Tidaklah seseorang disiksa karena dosa orang lain.
3.      Hadits Rasulullah:
Artinya:”Apabila seseorang meninggal, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang berguna dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.” 

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Transplantasi organ taubuh yang dilakukan ketika pendonor hidup sehat maka hukumnya haram.
  2. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor sakit (koma), hukumnya haram.
  3. Transplantasi organ tubuh yang dilakukan ketika pendonor telah meninggal, ada yang berpendapat boleh dan ada yang berpendapat haram.

HUKUM PHOTO PRE WEDDING BAGI ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.06 0 komentar

Pada saat ini banyak pasangan yang ketika akan melangsungkan hari kebahagiaan mereka dengan melakukan foto pre wedding. Pasangan akan menyewa jasa foto pre wedding dan melakukan pemotretan antara pengantin pria dan pengantin wanita. Ketika melakukan foto mereka terlihat mesra untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan keinginan mereka. Disitu pengantin wanita dan pengantin pria belum melakukan akad nikah namun pasangan tersebut sudah berfoto-foto mesra bahkan ada juga yang mengenakan pakainan yang membuka aurat. Menurut hukum islam melakukan pre wedding sebelum melakukan akad nikah itu hukumnya haram karena bagaimanapun juga pengantin wanita dan pengantin pria statusnya belum menjadi suami istri, hanya saja ada ikatan diantara mereka karena pengantin pria telah meminang pengantin wanita. Dan status dari peminangan tersebut kedua mempelai masih dianggap seperti orang lain. Mereka berdua tidak dibenarkan mengerjakan hal-hal yang diperbolehkan dilakukan oleh suami istri seperti berduaan, tidur bersama, termasuk juga dalam melakukan pre wedding dengan bermesraan.
Memang pada saat ini teknologi fotografi sudah canggih sehingga foto itu dibuat seperti foto berdua tanpa keduanya di foto bersamaan, jadi calon pengantin wanita dan calon pengantin pria di potret sendiri-sendiri secara terpisah, lalu kedua hasil foto tersebut bisa dipadukan dengan menggunakan software tertentu sehingga hasilnya seolah-olah difoto secara bersama-sama. Namun bagi orang lain akan memiliki pemikiran yang berbeda karena orang tersebut masih tidak mengerti/mengetahui kalau foto itu dilakukan secara sendiri-sendiri, yang mereka ketahui bahwa calon mempelai melakukan foto secara bersamaan.
Namun dalam islam hukum pre wedding itu halal jika pengantin pria dan pengantin wanita sudah melakukan akad nikah dan syah menjadi suami istri. Karena statusnya telah menjadi suami istri maka bermesraan itu hukumnya halal dan juga mendapatkan pahala, namun jika melakukan pre wedding tetaplah tidak diperbolehkan untuk mengenakan pakaian yang membuka aurot, karena aurott itu hanyalah untuk sang suami/istri, sehingga bagi calon pengantin yang ingin melakukan pre wedding maka solusi yang terbaik yaitu hendaklah setelah selesai melakukan akad nikah, agar terhindar dari dosa dan kemaksiatan.

HUKUM PERNIKAHAN BEDA AGAMA DALAM ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.05 0 komentar

Pernikahan merupakan salah satu jenis ibadah dalam Islam. Setiap manusia yang telah dewasa, dan sehat jasmani rohani pasti membutuhkan teman hidup. Teman hidup yang dapat memenuhi  kebutuhan biologisnya, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang diajak bekerja sama demi mewujudkan ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Menurut bahasa, nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah, nikah adalah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan serta menghalalkan hubungan tubuh antara keduanya atas dasar suka rela dan persetujuan bersama demi mewujudkan keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah SWT.

Hukum seorang laki-laki muslim menikahi perempuan non muslim (beda agama)

Pernikahan seorang lelaki muslim menikahi seorang yang non muslim dapat diperbolehkan, tapi di sisi lain juga dilarang dalam islam, untuk itu terlebih dahulu sebaiknya kita memahami terlebih dahulu sudut pandang dari non muslim itu sendiri.
1.      Laki-laki yang menikah dengan perempuan ahli kitab (Agama Samawi), yang dimaksud agama samawi atau ahli kitab disini yaitu orang-orang (non muslim) yang telah diturunkan padanya kitab sebelum al quran. Dalam hal ini para ulama sepakat dengan agama Injil dan Taurat, begitu juga dengan nasrani dan yahudi yang sumbernya sama. Untuk hal seperti ini pernikahannya diperbolehkan dalam islam. Adapun dasar dari penetapan hukum pernikahan ini, yaitu mengacu pada al quran.
الْيَوْمَ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ حِلٌّ لَّكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلُّ لَّهُمْ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ الَّذِينَ أُوتُواْ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكُمْ إِذَا آتَيْتُمُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ مُحْصِنِينَ غَيْرَ مُسَافِحِينَ وَلاَ مُتَّخِذِي أَخْدَانٍ وَمَن يَكْفُرْ بِالإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Artinya: “Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi.” Surat Al Maidah(5):5,
2.      Lelaki muslim menikah dengan perempuan bukan ahli kitab. Yang dimaksud dengan non muslim yang bukan ahli kitab disini yaitu kebalikan dari agama samawi (langit), yaitu agama ardhiy (bumi). Agama Ardhiy (bumi) yaitu agama yang kitabnya bukan diturunkan dari Allah swt, melainkan dibuat di bumi oleh manusia itu sendiri. Untuk kasus yang seperti ini, maka dikatakan haram. Adapun dasar hukumnya yaitu al quran.

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Artinya:“Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” Al Baqarah(2):222

Perempuan muslim menikah dengan laki-laki non muslim.
Dari al quran al Baqarah(2):221 sudah jelas tertulis bahwa:

وَلَا تَنكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ
Artinya: "...Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman..."

Pernikahan seorang muslim perempuan sudah menjadi hal mutlak diharamkan dalam islam, jika seorang perempuan tetap memaksakan diri untuk menikahi lelaki yang tidak segama dengannya, maka apapun yang mereka lakukan selama bersama sebagai suami istri dianggap sebagai perbuatan zina.
Maka dapat disimpulkan bahwa seorang laki-laki muslim boleh menikahi perempuan yang bukan non muslim selama perempuan itu menganut agama samawi, apabila lelaki muslim menikahi perempuan non muslim yang bukan agama samawi, maka hukumnya haram. Sedangkan bagi perempuan muslim diharamkan baginya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak seiman.

HUKUM MENAMBAHKAN NAMA SUAMI DIBELAKANG NAMA ISTRI

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.03 0 komentar
Setelah menikah, terkadang seorang wanita menambahkani namanya belakangnya dengan nama suaminya. Dan banyak seorang wanita muslimah setelah menikah, lalu menisbatkan namanya dengan nama suaminya, misalkan: Maryani menikah dengan Amiruddin, kemudian ia memakai nama suaminya sehingga namanya menjadi Maryani Amiruddin.
Bagaimana pandangan Islam mengenai perihal penamaan ini ? Dalam ajaran Islam, Hukum Penamaan adalah hal yang penting. Setiap laki-laki ataupun perempuan hanya diperbolehkan menambahkan “nama ayahnya” di belakang nama dirinya dan mengharamkan menambahkan nama lelaki lain selain ayahnya di belakang namanya, meskipun nama tersebut adalah nama suaminya.
Hadist mengenai perihal penamaan ini sangat shahih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ أَوْ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ القِيَامَةِ صَرْفًا وَلاَ عَدْلاً
“Barang siapa yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan segenap manusia. Pada hari Kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah”

Dikeluarkan oleh Muslim dalam al-Hajj (3327) dan Tirmidzi dalam al-Wala’ wal Habbah bab Ma ja’a fiman tawalla ghoiro mawalihi (2127), Ahmad (616) dari hadits Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu anhu.

Karena dalam ajaran Islam. Nama lelaki di belakang nama seseorang berarti keturunan atau anak dari lelaki tersebut. Sehingga, tempat tersebut hanya boleh untuk tempat nama ayah kandungnya sebagai penghormatan anak terhadap orang tua kandungnya.
Berbeda dengan budaya barat, seperti istrinya Bill Clinton: Hillary Clinton yang nama aslinya Hillary Diane Rodham; istrinya Barrack Obama: Michelle Obama yang nama aslinya Michelle LaVaughn Robinson, dan lain-lain.
Pemberlakuan yang dibolehkan ialah dengan memberikan suatu keterangan: misalkan Astuti menikah dengan Rahmat, maka silahkan memperkenalkan diri dengan sebutan: Astusti istrinya Rahmat atau hanya dengan Nyonya Rahmat atau Ibu Rahmat. Hal tersebut di atas tidak berkaitan dengan permasalahan nasab/garis keturunan. Karena di dalam hukum Islam jika Astuti menggabungkan namanya menjadi Astuti Rahmat, hal itu berarti Astuti anak dari laki-laki yang bernama Rahmat.
Tidak kita temukan dalam sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menunjukkan bahwa istri dinisbatkan kepada suaminya, karena para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu para ibu kaum mukminin menikah dengan manusia yang paling mulia nasabnya namun tidak seorang dari mereka yang dinisbatkan kepada nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, bahkan mereka semua masih dinisbatkan kepada ayah mereka meskipun ayah mereka kafir, demikian pula para istri sahabat radhiallahu anhum dan yang datang setelah mereka tidak pernah mengganti nasab mereka.

HUKUM MENCUKUR ALIS MATA BAGI UMAT ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 20.02 0 komentar

Salah satu cara berhias yang berlebih-lebihan yang diharamkan Islam, yaitu mencukur rambut alis mata untuk ditinggikan atau disamakan. Dalam hal ini Rasulullah pernah melaknatnya, seperti tersebut dalam hadis:
"Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perem puan yang mencukur alisnya atau minta dicukurkan alisnya." (Riwayat Abu Daud, dengan sanad yang hasan).
Demikian menurut apa yang tersebut dalam Fathul Baari, sedang dalam Bukhari disebut: Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan-perempuan yang minta dicukur alisnya. Lebih diharamkan lagi, jika mencukur alis itu dikerjakan sebagai simbol bagi perempuan-perempuan cabul. Sementara ulama madzhab Hanbali berpendapat, bahwa perempuan diperkenankan mencukur rambut dahinya, mengukir, memberikan cat merah (make up) dan meruncingkan ujung matanya, apabila dengan seizin suami, karena hal tersebut termasuk berhias.
Tetapi oleh Imam Nawawi diperketat, bahwa mencukur rambut dahi itu sama sekali tidak boleh. Dan dibantahnya dengan membawakan riwayat yang tersebut dalam Sunan Abu Daud: Bahwa yang disebut namishah (mencukur alis) sehingga tipis sekali. Dengan demikian tidak termasuk menghias muka dengan menghilangkan bulu-bulunya. Imam Thabari meriwayatkan dari isterinya Abu Ishak, bahwa satu ketika dia pernah ke rumah Aisyah, sedang isteri Abu Ishak adalah waktu itu masih gadis nan jelita. Kemudian dia bertanya: Bagaimana hukumnya perempuan yang menghias mukanya untuk kepentingan suaminya? Maka jawab Aisyah: Hilangkanlah kejelekan-kejel ekan yang ada pada kamu itu sedapat mungkin.

HUKUM MEWARNAI RAMBUT BAGI UMAT ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 19.59 1 komentar

Uban adalah munculnya rambut putih yang bisa terjadi pada setiap orang baik pria maupun wanita. Munculnya uban ini merupakan salah satu tanda-tanda penuaan dan terjadi secara alami. Meskipun proses munculnya uban secara alami, tetapi apabila uban muncul sebelum waktunya tentu membuat penampilan seseorang terganggu. Sekarang ini banyak orang dengan usia yang relative muda tetapi rambutnya sudah banyak yang memutih. Penyebab munculnya rambut putih ini banyak disebabkan oleh beberapa factor seperti genetika, gangguan metabolisme, kekurangan gizi, stres, penggunaan sampo atau pewarna rambut dengan produk kimia tinggi dan sebagainya.
Jika rambutnya beruban maka disyariatkan untuk mewarnainya guna menyelisihi ahli kitab. Dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda:

إِنَّ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبِغُوْنَ, فَخَالِفُوْهُمْ
Artinya: “Sesungguhnya Yahudi dan Nashara tidak mewarnai (uban-uban mereka), maka selisihilah mereka”. (HR. Al-Bukhari no. 3275, 5559 dan Muslim no. 2103)

Kita sering memilih cara yang lebih cepat untuk menghilangkan rambut putih yaitu dengan cara menyemirnya. Menurut hasil survey oleh Research International pada tahun 2008, Sekitar 45 persen pemakai semir rambut menggunakannya untuk menutupi uban dan 40 persen lainnya untuk mendapatkan rambut lebih berkilau. Sedang yang tidak menggunakan pewarna rambut, mereka khawatir rambutnya akan rusak atau kurang cocok dengan warnanya.
Survey yang sama juga mengungkapkan hasil mengejutkan bahwa sekarang ini banyak yang mengalami rambut beruban pada usia 25 – 50 tahun. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap mereka karena bisa mengganggu penampilan.
Adapun jika rambut tidak beruban lalu diwarnai, maka wallahu a’lam hal itu tidak disyariatkan. Karena hadits-hadits yang menerangkan pewarnaan rambut, semuanya mengkhususkannya pada rambut yang telah beruban. Ini diisyaratkan dalam hadits Anas bin Malik radhiallahu anhu ketika dia ditanya mengenai apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam rambutnya dicelup? Dia menjawab:

لَوْ شِئْتُ أَنْ أَعُدَّ شَمَطَاتٍ كُنَّ فِي رَأْسِهِ فَعَلْتُ وَقَالَ: لَمْ يَخْتَضِبْ. وَقَدْ اخْتَضَبَ أَبُو بَكْرٍ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ وَاخْتَضَبَ عُمَرُ بِالْحِنَّاءِ بَحْتًا
Artinya: “Seandainya saya mau menghitung jumlah rambut putih yang berada di antara jumlah rambut hitam beliau, tentu saya bisa menghitungnya. Dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mencelupnya. Adapun Abu Bakr dan Umar, maka sungguh keduanya mencelup rambut mereka dengan Inai dan sejenisnya.”(HR. Muslim no. 4320)

Bagaimana hukumnya menggunakan cat rambut menurut islam?
Hukum cat rambut menurut beberapa ulama boleh, tetapi ada juga ulama yang menghukuminya makruh bahkan sampai mengharamkannya. Mahmud Syalthut berpendapat: Islam tidak mengharuskan juga tidak melarang orang Islam menyemir rambutnya, juga tidak menentukan warna semir rambut. Islam memberi kebebasan kepada umatnya sesuai situasi dan kondisi.
Rasulullah melarang kaum muslimin untuk mengikuti jejak orang-orang yahudi dan nasrani. Oleh karena itu Rasulullah memerintahkan untuk menyemir atau mewarnai rambut untuk membedakan kaum muslim dengan yahudi dan nasrani. Seperti yang dikutip dari hadits riwayat Bukhari “Sesungguhnya orang-orang Yahudi tidak mau menyemir rambut, karena itu berbedalah kamu dengan mereka.”
Apa yang diperintahkan ini memiliki pengertian sunnat, bukan wajib. Karena itu sebagian sahabat seperti Abu Bakar dan Umar melaksanakannya, sedangkan Ali, Ubai bin Ka’ab dan Anas tidak menjalankannya.

Semir warna apa saja yang diperbolehkan? Apakah warna hitam saja, atau warna lain? Atau bahkan harus menjauhi warna hitam??
Namun yang jelas, orang yang sudah memasuki usia tua, yang tanda-tanda penuaannya sudah jelas seperti kulit keriput dan meratanya uban baik itu di kepala maupun di jenggot tidak layak untuk menyemirnya dengan warna hitam. Seperti saat Abu Bakar membawa ayahnya dihadapan Nabi pada hari penaklukan mekah, dimana Nabi melihat rambutnya sudah memutih semua bagaikan pohon tsaghamah yang serba putih buahnya maupun bunganya. Karena itu Nabi bersabda: “Ubahlah ini (uban) tetapi jauhilah warna hitam.” (Riwayat Muslim)
Tetapi orang yang tidak seumuran dengan Ayah Abu Bakar, yang tidak terlalu tua atau bahkan masih sangat muda sekali diperbolehkan untuk menyemir rambutnya itu dengan warna hitam. “Kami menyemir rambut dengan warna hitam apabila wajah masih nampak muda, tetapi kalau wajah sudah mengerut dan gigi pun telah goyah, kami tinggalkan warna hitam tersebut.” Demikian kata az-Zuhri.
Ada juga golongan ulama salaf yang membolehkan menyemir dengan warna hitam seperti : Saad bin Abu Waqqash, Uqbah bin Amir, Hasan, Husen, Jarir dan lain-lain. Dan ada juga yang melarangnya kecuali dalam keadaan perang supaya musuh takut Karena melihat tentara islam yang semuanya masih Nampak muda.

Berikut pendapat beberapa para ulama :
·         Ulama Hanabilah, Malikiyah dan Hanafiyah
Ulama ini mengatakan kalau hukum cat rambut warna hitam hukumnya makruh kecuali bagi orang yang akan berperang. Karena ada ijma’ yang membolehkannya.
Dibolehkannya menyemir dengan warna hitam, dengan tujuan untuk menakuti musuh karena musih mengira tentara islam masih muda-muda lantaran rambutnya berwarna hitam semua. Padahal ada juga yang sudah tua dan mulai ubanan rambutnya.
·         Abu Yusuf dari Ulama Hanafiyah
Abu Yusuf membolehkan mengecat rambut dengan warna hitam berdasarkan sabda Rasululllah SAW : “Sesungguhnya sebaik-baiknya warna untuk mengecat rambut adalah warna hitam ini, karena akan lebih menarik untuk istri-istri kalian dan lebih berwibawa di hadapan musuh-musuh kalian “
Ternyata selain untuk mengecoh musuh, mengecat uban dengan warna hitam juga diperlukan untuk urusan kebahagiaan suami istri. Karena seseorang sangat dianjurka untuk tampil paling baik di depan pasangannya.
·         Ulama Madzhab As-syafi’i
Para ulama di Madzab Syafi’I umumnya berpendapat kalau mengecat rambut dengan warna hitam itu haram, kecuali bagi orang yang akan berperang. Hal ini tentu berbeda dengan pendapat nomor satu yang hanya menghukumi makruh. Ulama Syafi’I mengeluarkan fatwa haram ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW: “Akan ada pada akhir zaman orang-orang yang akan mengecat rambut mereka dengan warna hitam, mereka tidak akan mencium bau surga.”

Semua pendapat diatas hanya dalam konteks untuk orang yang memang sudah tua dan berkeinginan untuk mewarnai atau mengecat rambutnya dengan warna hitam. Sedangkan untuk orang yang usianya belum tua tapi rambutnya sudah memutih diperbolehkan untuk menjaga penampilannya biar terlihat bagus, begitu juga warna selain hitam tidak ada larangannya, karena mungkin waktu itu masih belum ditemukannya warna cat rambut yang bermacam-macam seperti kuning, emas, biru dan lain-lain.

HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE BAGI UMAT ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 19.55 0 komentar
Memasuki bulan Februari, semua orang akan menyaksikan banyak media massa, mall-mall, pusat hiburan bersibuk ria berlomba menarik perhatian para remaja dengan menggelar acara-acara pesta perayaan yang tak jarang berlangsung hinga larut malam. Semua pesta tersebut bermuara pada suatu hal yaitu "VALENTINE'S DAY" atau biasanya disebut hari kasih sayang. Pada tanggal 14 Februari itu mereka saling mengucapkan "Selamat hari Valentine", berkirim kartu, cokelat dan bunga saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta.

Sejarah, asal-usul dan latar belakang

Ensiklopedia Katolik menyebutkan tiga versi tentang Valentine, tetapi versi terkenal adalah kisah pendeta St. Valentine yang hidup di zaman Raja Romawi Claudius II. Pada tanggal 14 Februari 270 M, Claudius II menghukum mati St. Valentine karena menentang beberapa perintahnya. Claudius II melihat St. Valentine mengajak manusia kepada agama Nasrani, lalu memerintahkan untuk menangkapnya.
Dalam versi kedua, Cludius II melihat para bujangan lebih tabah dalam berperang daripada yang telah menikah yang sejak semula menolak untuk pergi berperang, lalu dia mengeluarkan perintah yang melarang pernikahan. St. Valentine menentang perintah ini dan terus mengadakan pernikahan sembunyi-sembunyi sampai akhirnya diketahui dan dipenjarakan. Di penjara dia berkenalan dengan putri seorang penjaga penjara yang terserang penyakit. Ia mnegobatinya hingga sembuh dan jatuh cinta kepadanya. Sebelum dihukum mati, dia mengirim sebuah kartu yang bertuliskan "Dari yang tulus cintanya, Valentine." Hal itu terjadi setelah anak tersebut memeluk agama Nasrani bersama 46 kerabatnya.
Versi ketiga, ketika Agama Nasrani tersebar, di salah satu desa terdapat sebuah tradisi Romawi yang menarik perhatian para pendeta. Dalam tradisi itu para pemuda desa selalu berkumpul setiap pertengahan bulan Februari. Mereka menulis nama-nama gadis desa dan meletakkannya di dalam sebuah kotak, lalu setiap pemuda mengambil salah satu nama dari kotak itu dan gadis yang namanya keluar akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun. Ia juga mengirimkan sebuah kartu yang bertuliskan "Dengan nama tuhan ibu, saya kirimkan kepadamu kartu ini." Akibat sulitnya menghilangkan tradisi ini, para pendeta memutuskan mengganti tulisannya menjadi "Dengan nama Pendeta Valentine" sehingga dapat mengikat para pemuda tersebut dengan agama Nasrani.
Sejarah Valentine's Day yang sebenarnya (berdasarkan data yang ada), yang seluruhnya tidak lain bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan pada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan "kasih sayang", lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari Valentine? adakah ia merupakan hari yang istimewa? Adat, atau hanya ikut-ikutan semata? Bila demikian, sangat disayangkan banyak remaja islam yang terkena penyakit mengekor budaya barat dan acara ritual agama lain, yang sama sekali tidak tahu asal-usul dan maksudnya. Bahkan saat ini beredar kartukartu perayaan keagamaan ini dengan gambar anak kecil dengan dua sayap terbang mengitari gambar hati sambil mengarahkan anak panah ke arah hati yang sebenarnya itu merupakan lambang tuhan cinta bagi orang-orang ROMAWI!!! Padahal Allah berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Artinya: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mengetahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungjawabnya" (Al Isro' : 36).

Bolehkah umat islam memeringati hari Valentine?
Bila dalam merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali Valentine maka tidak disangsikan lagi bahwa ia telah melakukan perbuatan KEKAFIRAN. Adapun bila tidak bermaksud demikian maka ia telah melakukan suatu kemungkaran yang besar. Ibnu Qoyyim Al Jauziyah Rohimahulloh berkata, "Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan puasa mereka, dengan mengucapkan, "Selamat Hari Raya!!!" dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalaupun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di sisi allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum khamer atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid'ah atau kekufuran maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.

HUKUM MERAYAKAN TAHUN BARU BAGI UMAT ISLAM

Diposting oleh NURUL INAYAH di 19.42 0 komentar
Meskipun hampir setiap menjelang pergantian tahun baru, hujan mengguyur sebagian besar wilayah Indonesia dengan deras, hal itu tidak menyurutkan semangat warga masyarakat untuk menyambut tahun baru. Apa yang terjadi pada malam pergantian tahun baru?  Mulai dari aneka hiburan, pesta pora, hura-hura, perzinaan, dan lain-lain, hadir dalam perayaan malam itu. Belum lagi jika membicarakan hukum merayakan pergantian tahun baru masehi, boleh atau tidak, haram atau tidak bagi kaum Muslimin.
Tahun baru masehi sebenarnya berhubungan dengan keyakinan agama Nasrani. Masehi adalah nama lain dari Isa Almasih dalam keyakinan Nasrani. Sejarahnya, menurut catatan di Encarta Reference Library  Premium 2005, orang pertama yang membuat penanggalan kalender adalah seorang kaisar Romawi terkenal bernama Gaisus Julius Caesar. Itu dibuat pada tahun 45 SM jika menggunakan standar tahun yang dihitung mundur dari kelahiran Yesus Kristus. Tapi pada perkembangannya, ada seorang pendeta Nasrani yang bernama Dionisius yang kemudian ‘memanfaatkan’ penemuan kalender dari Julius Caesar ini untuk diadopsi sebagai penanggalan yang didasarkan pada tahun kelahiran Yesus Kristus. Itu sebabnya, penanggalan tahun setelah kelahiran Yesus Kristus diberi tanda AD (bahasa Latin: Anno Domini yang berarti: in  the year of our lord) yaitu Masehi. Sementara untuk jaman prasejarahnya  disematkan BC (Before Christ) atau SM (Sebelum Masehi).
Meskipun jutaan atau miliaran umat Islam di dunia ini merayakan tahun baru masehi dengan suka cita dan lupa diri, larut dalam gemerlap pesta kembang api, atau melibatkan diri dalam hiburan berbalut maksiat, tetap saja tak lantas menjadikan perayaan itu jadi boleh atau halal. Sebab, ukurannya bukan banyak atau sedikitnya yang melakukan, tapi patokannya kepada syariat. Di antara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan  menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman Allah Ta’ala:
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Artinya: “Dan orang-orang yang tidak memberikan perasaksian palsu.” (QS. al-Furqaan: 72).

Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya KH M. Syukri Ghazali. 

1.      Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.

a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya. Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam. Ikut dalam peringatan tahun baru, termasuk perbuatan tasyabbuh (menyerupai suatu kaum, baik ibadah, adat-istiadat, maupun gaya hidupnya). Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
  مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan  mereka.” (HR. Imam Ahmad).

b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”

c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitirahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam. Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.

d. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid`ah
Fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru Masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid'ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid'ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar'inya.

2.      Pendapat yang Menghalalkan
Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?
Umumnya kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja. Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya. Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
 

NURUL INAYAH Copyright © 2012 Design by Antonia Sundrani Vinte e poucos